20 Februari 2008

Penanggulangan Kelangkaan BBM di Bangka Belitung

PENANGGULANGAN KELANGKAAN BBM DI PROVINSI BANGKA BELITUNG, GUNA MENINGKATKAN KEAMANAN PASOKAN JANGKA PANJANG
(Kajian Aspek Strategis Energi- BBM)
Oleh : Prof Hardi Prasetyo

KEBIJAKAN DAN STRATEGI TERPADU

Konstrain Peningkatan Infrastruktur
Peningkatan infrastruktur Depot Pertamina di Bangka harus sangat memperhatikan bahwa kelangkaan bersifat temporal dan bermusim (seasonal) yang dipicu oleh kondisi global meningkatnya harga komoditas timah di pasar internasional. Dalam kaitan ini pada skenario harga timah menurun, maka data histori menunjukkan penurunan kegiatan pertambangan timah rakyat dan smelter, yang akan menurunkan permintaan BBM.

Kebijakan
Meningkatkan keamanan pasokan BBM di Provinsi Bangka Belitung melalui pengendalian permintaan BBM khususnya minyak solar untuk sektor pertambangan rakyat alokasi Usaha Kecil dan industri smelter alokasi industri timah, memperbesar kapasitas depot BBM di Bangka dan mekanisme distribusi pool konsumen (UK), serta melakukan penegakkan hukum terhadap penyalahgunaan BBM.

Strategi
Menetapkan fenoma kelangkaan BBM di Provinsi Babel sebagai suatu yang khusus atau tidak biasanya, dengan meningkatkan koordinasi secara terpadu antara pihak- pihak Pemerintah Pusat antara lain Departemen Energi (Ditjen Migas, Ditjen GSM), Departemen Perindustrian, Departemen Kehakiman/ HAM, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, BPH Migas, PT Pertamina, PT Timah, Timdu BBM; maupun di tingkat Pemda Babel (Bapeda, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan) guna mencari solusi jangka pendek, menengah dan panjang terhadap kelangkaan BBM bersubsidi di Babel.


UPAYA

Instrumen Regulasi
DPR RI:
Menyempurnakan substansi Undang- undang terkait dengan APBN tahun terkait substansi pengeluaran Subsidi BBM dan alokasi Volume BBM (59, 9 juta kilo liter), dan Undang- undang No. 9 tahun 1990 tentang Usaha Kecil.

Instrumen Kebijakan Nasional
Departemen Energi dan SDM:

Meningkatkan Sosialisasi Good Mining Practice, Good Corporate Governance terkait kepatuhan perusahaan tambang termasuk TI dan Smelter timah dalam menggunakan sumber energi BBM yang sesuai peruntukkannya.
Meningkatkan Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin (PETI), yang disinyalir masih sangat marak;
Memperjelas ketentuan tentang peruntukan BBM untuk Usaha Kecil yang tersurat pada Peraturan Presiden No. 22 tahun 2005, diselaraskan dengan UU No. 9 tahun 1990 tentang Usaha Kecil;

Departemen Perdagangan:
Mengawasi perizinan ekspor timah batangan terutama yang dihasilkan oleh industri smelter yang disinyalir dicukongi dari investor luar negeri (terutama Singapura, maraknya smelter pada akhirnya telah memicu peningkatan permintaan BBM);

Departemen Perindustrian:
Mengawasi pertumbuhan yang sangat cepat dari industri tambang rakyat dan smelter timah, sehingga memicu kelebihan permintaan (net demand) dari yang dialokasikan di Provinsi Babel.
Melakukan klasifikasi usaha pertambangan rakyat dan semelter yang dapat dikategorikan sebagai usaha kecil, agar terhindar pemodal asing menikmati subsidi BBM;

Departemen Keuangan:
Ditjen Bea Cukai mengawasi ekspor illegal dari komoditas Timah, yang memicu maraknya pertambangan timah rakyat (illegal) dan industri smelter;

Departemen Dalam Negeri:
Gubernur dan jajarannya mengawasi maraknya pertambangan timah rakyat dan smelter serta secara khusus melalui jajarannya mempertegas Usaha Kecil pertambangan timah rakyat untuk mengambil BBM melalui mekanisme Pool Konsumen, dan mempertegas ketentuan pengaturan UK yang dapat mengambil BBM di SPBU setelah mendapatkan rekomendasi dari Deperin;

POLRI:
Melakukan penegakkan hukum terhadap maraknya Pertambangan Tanpa Izin;
Membantu Pertamina dalam menertipkan distribusi BBM di tingkat SPBU, karena disinyalir di beberapa SPBU di Pangkal Pinang dan Mentok dikuasi para “preman” atau “sindikat Mafia BBM”;
Berkoordinasi dengan Timdu BBM melaksanakan Penegakkan Hukum terhadap penyalahgunaan BBM terutama alokasi BBM bersubsidi di SPBU dan pool konsumen untuk kepentingan industri smelter.

Instrumen Pengaturan Migas
Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas):

BPH Migas, menyempurnakan hal- hal terkait Wilayah Niaga dan Stok Operasional di wilayah tertentu (Provinsi Babel), di mana permintaan BBM dapat meningkat secara seasonal dipicu oleh kondisi eksternal, yaitu naiknya secara signifikan kegiatan industri (dalam hal ini tambang rakyat dan smelter timah). Hal ini dapat dianalogikan kenaikan permintaan minyak tanah pada musim panen tembakau di berbagai daerah tertentu.

Instrumen Pengadaan, Distribusi dan Tata Niaga
PT Pertamina

Berkoordinasi dengan DESDM untuk menyempurnakan ketentuan peruntukan BBM untuk Usaha Kecil sebagaimana dipayungi oleh Peraturan Presiden No 22 tahun 2005, di mana saat ini sebagian besarpertambangan rakyat dan semelter timah cenderung masih mengambil BBM dari SPBU;
Meningkatkan kapasitas Depot Bangka atau pengamanan pasokan BBM dari Transit Terminal Tanjung Gurem, Banten sehingga lonjakan permintaan premium dan solar untuk usaha kecil dan industri smelter dapat diakomodasikan, tanpa mengganggu kepentingan pokok sektor transportasi umum dan mobil pribadi di SPBU;
Memastikan bahwa industri smelter timah harus mengambil BBM langsung dari Pertamina dengan harga industri sebagaimana ketentuan yang tersurat pada Perpres 22/ 2005 (bekerjasama dengan Dinas Pertambangan dan Dinas Perindustrian);
Mengaktualisasikan mekanisme pool konsumen khusus untuk UK dari sektor pertambangan timah rakyat (bekerjasama dengan Pemda dan Dinas Perindustrian);
Menyempurnakan Protap keamanan dan ketertiban distribusi BBM di SPBU dari intervensi para “provokator” atau “mafia BBM” (berkoordinasi dengan pihak Polri dan Pemda);
Mengambil langkah- langkah antisipatif agar Minyak Tanah untuk Rumah Tangga dan UK dapat diamankan dari skenario terburuk, dimana ia juga akan digunakan untuk sektor pertambangan serta industri smelter timah (berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Polri).

Instrumen pembinaan masyarakat industri dan Pengembangan Masyarakat (Community Development)
PT Timah sebagai BUMN

Sebagai price serta market leader komoditas timah serta mineral ikutannya di Provinsi Babel pada khususnya dan Indonesia pada umumnya memainkan peran untuk solusi kelangkaan BBM di Babel pada jangka panjang;
Di sisi hulu melakukan pengembangan masyarakat antara lain melalui program kemitraan strategis (strategic partnership),diantaranya terbangun komitmen pertambangan timah rakyat menggunakan energi BBM dari sumber pool konsumen, dan mengurangi Pertambangan tanpa Izin tidak menerapkan kaidah good mining practice serta merusak lingkungan hidup;
Di sisi hilir kesamaan persepsi terhadap kaidah good cooperate governance di kalangan industri smelter timah di Babel, sehingga diharapkan dapat meningkatkan komitmen industri smelter untuk menggunakan sumber energi BBM non- subsidi;

Instrumen Penanggulangan Penyalahgunaan BBM
Timdu BBM

Timdu BBM yang berada di bawah Kementrian Polhukkam dimana telah eksis kembali bulan April 2005 dapat menempatkan Fenomena Kelangkaan BBM di Provinsi Babel sebagai prioritas program kerja tahun 2005;
Dalam melaksanakan pemantauan, pengawasan dan evaluasi Penyalahgunaan BBM di Babel Timdu BBM berkoordinasi dengan pihak Pertamina, Pemda dan Departemen terkait.;
Sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh Menko Polhukam, dalam memasuki wilayah Penegakan Hukum (Gakkum) Timdu BBM mengedepankan pihak Polri dan Kejaksaan.

Instrumen Sosialisasi Subsidi Harga BBM:
Tim Sosialisasi Subsidi Harga BBM DESDM
Secara proaktif melakukan pencerahan Subsidi Harga BBM (Minyak Tanah, Solar dan Premium) yang tepat sasaran dan berkeadilan, untuk menggelorakan kepedulian khususnya dari kelompok industri pertambangan rakyat dan industri smelter, serta seluruh komponen masyarakat;
Agenda sosialisasi harus khusus dirancang sebagai bagian menyeluruh untuk mencari solusi yang komprehensif dan integral terhadap fenomena kelangkaan BBM dipicu oleh meningkatnya permintaan yang sangat signifikan dari kelompok industri pertambangan, namun terjadi distorsi karena mendistorsi tata niaga BBM bersubsidi di SPBU.


KESIMPULAN
1. Fenomena Kelangkaan BBM di Babel yang terjadi April sampai awal Mei 2005 telah dikendalikan oleh semakin maraknya Tambang Inkonvensional dan industri Smelter Timah yang menggunakan BBM terutama jenis solar dengan jumlah yang signifikan, sehingga telah menimbulkan defisit pasokan. Hal ini pada akhirnya SPBU untuk solar bersubsidi mengalami serangan terutama dari TI, sehingga menimbulkan kelangkaan, yang memicu terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan;

2. Penyelesaian jangka pendek tanggal 6 Mei yang dilakukan dengan menyediakan pasokan secara berlebihan pada TI dan Smelter dikhawatirkan akan menimbulkan over alokasi BBM di Babel yang harus ditanggung Pertamina, sedangkan masalah mendasar tidak dituntaskan;

3. Penyelesaian jangka menegnah- panjang harus ditempuh dengan pendekatan integral yaitu menertipkan keberadaan TI dan PETI timah secara umum, dan secara khusus memastikan bahwa Smelter dan TI mendapatkan BBM melalui mekanisme pool konsumen;

4. Ketentuan yang membolehkan UK secara besar- besaran walaupun menggunakan alat bantu jerigen yang terbatas volumenya dengan membeli BBM dari SPBU, bila terus berlanjut walaupun dengan pengawasan, menimbulkan inkonsistensi peraturan;
5. Pengalihan dari SPBU ke pool konsumen bagi TI pada masa transisi akan menimbulkan gejolak, yaitu hilangnya pekerjaan dari para pengecer dan “preman BBM”, sehingga harus disiapkan kontijensi. S


SARAN KEBIJAKAN
1. Fenomena Kelangkaan BBM di Babel beserta alternatif solusi dapat digunakan sebagai proto tipe pada daerah- daerah lainnya dengan kondisi pengendali mekanisme (driving force mechanism) yang sama, yaitu meningkatnya permintaan BBM secara temporal (seasonal) yang dalam hal ini dipicu oleh maraknya pertambangan timah rakyat dan industri smelter timah, pada kondisi harga timah di pasar Internasional tinggi. Untuk itu disarankan untuk dapat dibentuk tim pemantau di Jakarta di bawah koordinasi Ditjen Migas dengan anggota BPH Migas, Pertamina;
2. Penyelesaian Fenomena Babel jangka pendek juga digunakan untuk meredam serangan terhadap Pemerintah di DPR maupun publik dikaitkan dengan saat pembahasan APBN- 2005, pasca kenaikan harga BBM 1 Maret 2005 di bawah Peraturan Presiden No. 22/ 2005;
3. Pelajaran yang dapat dipetik dalam kaitan dengan perlunya melakukan respon cepat terhadap fenomena kelangkaan BBM adalah mengoptimalkan “Crisis Centre BBM” yang pada eskalasi yang bermakna perlu segera memetakan anatomi dan pengendali mekanisme di lapangan beserta alternatif solusi jangka pendek. Hal ini dapat disetarakan dengan Inpres tentang Task Force (Pasukan Gerak Cepat) dengan didukung oleh pelaksana yang professional, bereaksi cepat tanpa hambatan birokrasi, langsung melapor ke MESDM, dan disediakan dukungan logistik yang memadai. Elemen awal dari Tim Reaksi Cepat ini keberadaannya sudah ada di BPH Migas dan PT Pertamina, sehingga DESDM hanya perlu untuk mengintegrasikan dan mendinamisasikannya;
4. Beban cukup berat dalam pengadaan BBM tambahan untuk menerapkan mekanisme pool konsumen baik bagi pertambangan timah rakyat maupun industri smelter timah, dapat diperingan dengan mengajak pihak swasta lainnya untuk bermitra dalam usaha pengangkutan dan penyimpanan BBM di Babel, merupakan paradigma baru dibukanya pasar BBM di Indonesia pasca UU Migas tahun 2001.
5. Fenomena kelangkaan BBM di Babel beserta solusinya juga dapat digunakan sebagai suatu learning process khususnya bagi BPH Migas, untuk mengantisipasi amanah Undang- undanga Migas Tahun 2001 dimana memberikan amanat bahwa PT Pertamina mengakhiri tugas Public Service Obligation dalam mengadakan dan mendistribusikan BBM secara monopoli di Indonesia.

Tidak ada komentar: