01 Maret 2008

Catatan Untuk Pengurangan Subsidi Harga BBM

Oleh : Prof. Dr. Widjajono Partowidagdo
Ada pendapat yang beredar di masyarakat yang menyatakan bahwa pemerintah seyogyanya tidak menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) karena sudah untung sebab biaya produksi minyak mentah adalah $ 6/barel sehingga biaya (Rupiah) per liternya adalah :
$ 6 /barel x (1 barel/159 liter ) x Rp 10.000,- = Rp 377,/liter dan biaya kilang, transportasi dan distribusi BBM adalah $ 6 / barel atau : $ 4 / barel x (1 barel/159 liter) x Rp 10.000,- = Rp 377,- / liter sehingga biaya produksi BBM adalah Rp 754,- / liter.

Mohon disadari bahwa dari sekitar 1 juta barel produksi minyak Indonesia hanya 15 persen yang diproduksikan oleh BUMN, BUMD dan perusahaan swasta nasional, selebihnya (85 persen) diproduksikan oleh perusahaan asing. Apakah mungkin kita meminta perusahaan asing untuk menjual minyak mentahnya ke Pertamina dengan harga $ 6 / barel kalau mereka mendapatkan kesempatan untuk menjualnya diatas $ 60 / barel di pasaran internasional. Jangankan perusahaan asing, untuk meminta BUMN, BUMD dan perusahaan swasta nasionalpun tidak mungkin. Jadi mengambil patokan harga minyak mentah $ 6 / barel adalah tidak realistis.

Apabila dipakai harga minyak adalah $ 60/barel. Maka biaya beli minyak mentah adalah : $ 60 / barel x (1 barel/159 liter) x (Rp 10.000/$),- = Rp 3774,- / liter. Apabila biaya kilang $10/barel, transportasi dan biaya distribusinya $ 5 / barel atau totalnya Rp 943 / liter, maka harga BBM nya adalah Rp 4.717,- / liter.

Memang dalam Kontrak Production Sharing terdapat keharusan bagi kontraktor untuk sesudah 60 bulan beroperasi menjual 25 persen dari share-nya sebelum pajak dengan harga 10 persen dari harga pasar. Share nya adalah 15 persen dan apabila pajaknya adalah 48 persen maka CS (Contractor Share) sebelum pajak adalah (0,15) / (1- 0,48) atau 28,8 persen. Sehingga yang dijual dengan harga murah hanyalah 25 persen dari 28,8 persen atau 7,2 persen. Pada Kontrak Production Sharing, Pendapatan Pemerintah di luar pajak atau GS (Government Share) adalah 71,2 persen dari ES: equity to be split (atau Revenue - Recoverable Cost) yang dihitung dari ES – CS atau ES – 0,288 ES = 0,712 ES. Sedangkan pajaknya sendiri atau T (Tax) adalah 0,138 ES. Penjumlahan ES dan T adalah pendapatan pemerintah atau GT (Government Tax) = 0,85 ES. Pendapatan pemerintah daerah adalah 0,15 x GS = 0,15 x 0,712 ES = 0,107 ES atau 10,7 persen ES.

Ada juga pendapat yang beredar yang menyatakan bahwa kita adalah produsen minyak jadi seharusnya kalau harga minyak naik maka kita untung bukannya rugi. Hal tersebut betul kalau kita tidak mensubsidi harga BBM. Masalahnya, kalau harga minyak naik maka pemerintah akan menerima 85 persen dari pendapatan akibat kenaikan tersebut apabila biaya produksi minyak tetap. Dari 85 persen tersebut 10,7 persen diambil oleh pemerintah daerah dan pemerintah daerah tidak menanggung subsidi harga BBM. Akibatnya, pemerintah pusat menerima 74,3 persen dari pendapatan akibat kenaikan harga minyak, sedangkan pemerintah menanggung 100 persen subsidi akibat kenaikan harga minyak. Andaikata Indonesia tepat ekspor minyaknya tepat sama dengan impornya maka kenaikkan harga minyak akan menyebabkan defisit 25,7 persen dari kas pemerintah. Kenaikan sebesar $ 20 / barel dengan produksi dan impor yang sama sebesar 1 juta barel / hari akan mengakibatkan defisit 25,7 % x 365 x 106 barel / tahun x $ 20 / barel = $ 1,88 x 109 / tahun atau sekitar 19 trilyun rupiah per tahun. Masalah lainnya adalah bahwa Indonesia sekarang sudah net importer dalam hal minyak mentah dan BBM sekitar 200 ribu barel per hari sehingga kenaikan harga minyak akan mengakibatkan tambahan defisit pemerintah sebesar 70 x 106 barel / tahun x $ 20 / barel Rp103 / $ atau 14 trilyun rupiah per tahun. Sehingga defisitnya adalah 33 trilyun rupiah per tahun atau 2,75 trilyun rupiah per bulan, sehingga sulit bagi pemerintah untuk menunda pengurangan subsidi harga BBM. Perlu disadari apabila produksi minyak kita tidak turunpun, tetapi diversifikasi energi kurang berhasil karena rendahnya harga BBM dan kebutuhan BBM yang makin meningkat mengakibatkan Indonesia akan makin menjadi net importer minyak.

Harga BBM yang disubsidi menyebabkan energi diluar minyak sulit berkembang padahal cadangan minyak kita hanyalah 0,6 persen cadangan minyak dunia, sedangkan cadangan gas kita 1,4 persen dan cadangan batubara kita 3,1 persen cadangan dunia. Cadangan dan produksi energi kita dinyatakan dalam Tabel 1. Cadangan terbukti gas kita lebih dari dua kali cadangan terbukti minyak. Rendahnya harga BBM mengakibatkan penggunaan gas untuk domestik, briket batubara, panasbumi dan energi dari biomas (tumbuhan, misal jarak dan kelapa sawit) terhambat. Potensi panasbumi Indonesia adalah terbesar di dunia dan potensi energi dari biomas kita salah satu yang terbesar di dunia. Harga BBM yang rendah membahayakan keberlanjutan pemasokan energi di Indonesia. Harga BBM yang murah akan mengakibatkan orang boros memakai energi, misalnya orang kelas menengah lebih suka memakai mobil pribadi daripada naik transportasi umum.

Harga BBM yang murah akan mengakibatkan penyelundupan ke luar negeri. Harga BBM yang berbeda untuk masyarakat dan industri juga akan mengakibatkan sebagian industri berusaha membeli BBM tertentu jatah masyarakat serta mengakibatkan praktek oplosan. Disamping itu, harga BBM yang rendah akan mengakibatkan program privatisasi di sektor hilir migas akan terhambat.

Walaupun demikian perlu disadari bahwa kenaikan harga BBM akan mengakibatkan harga barang lainnya dan transportasi umum, sehingga akan membebani masyarakat apabila kesejahteraan rakyat tidak ditingkatkan. Kesejahteraan rakyat dapat terbantu dengan dialihkannya sebagian subsidi harga BBM menjadi subsidi langsung dalam bentuk uang, (pendidikan, kesehatan, kredit untuk usaha kecil dan sebagainya), tetapi jelas itu tidak cukup. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberantas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan misalnya menetapkan pembuktian terbalik, mengoptimalkan penerimaan pajak, menegosiasikan pengurangan hutang (cukup besar anggaran APBN kita yang digunakan untuk pembayaran hutang dan bunganya), mengoptimalkan pengeluaran, mempraktekkan good governance supaya investasi meningkat serta mengoptimalkan penggunaan dana bank untuk sektor produksi (termasuk usaha kecil dan menengah).

Perlu penggunaan sebagian pengalihan dana subsidi harga BBM tersebut untuk mengembangkan energi alternatif misalnya untuk memberikan pinjaman berbunga rendah atau tanpa bunga bagi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun penduduk yang mau mengembangkan energi perdesaan. Energi perdesaan tersebut dapat berupa pembangkit listrik tenaga air skala kecil atau menggunakan biomas. Walaupun demikian bantuan tersebut akan kurang efektif apabila sebagian harga BBM masih sangat rendah. Sebagai contoh penggunaan minyak jarak untuk energi tidak akan berkembang apabila harga BBM masih dibawah Rp 2.400,- per liter. Justru makin tinggi harga BBM dan makin tinggi harga produk pertanian maka makin besar keuntungan petani. Apabila desa dapat memasok energi sendiri serta pemerintah membantu meningkatlkan kualitas jalan dan meningkatkan kemampuan agro bisnis dan agro industri di perdesaan maka kesejahteraan penduduk desa meningkat dan jumlah orang miskin serta perpindahan penduduk ke kota berkurang. Pengalihan dana subsidi harga BBM tersebut seyogianya juga digunakan untuk membantu industri kecil dan menengah dengan modal serta pendampingan, pendidikan dan pelatihan sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pada suatu workshop energi di University of Wisconsin tahun 1982 seorang pakar menyatakan : “People don’t save energy. They save money”. Orang tidak menghemat energi. Mereka menghemat uang. Slogan : “Hemat energi, hemat biaya”, hanya berlaku apabila penghematan energi tersebut cukup berarti dalam penghematan pengeluarannya, akibatnya sulit menyuruh menghemat energi apabila harga energi murah. Di kebanyakan negara berkembang lain energi tidak disubsidi sehingga masyarakat menghemat energi. Bahkan di kebanyakan negara maju BBM dikenai pajak yang sangat besar dan hasil pajak tersebut digunakan untuk perbaikan jalan dan kwalitas transportasi umum. Akibatnya, masyarakat lebih suka menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi. Walaupun harga BBM naik dua kali lipat, tetapi seseorang berpindah dari naik kendaraan pribadi ke transportasi umum maka pengeluarannya justru bisa hemat lebih dari setengahnya. Perlu dicatat bahwa orang yang menghemat energi tak terbarukan akan mengurangi polusi dan mewariskan energi lebih banyak untuk generasi mendatang.

Harga minyak dunia tergantung kepada peningkatan permintaan energi di negara-negara berkembang, terutama di Cina. Bayangkan konsumsi minyak di Cina (sebagai negara berkembang) per kapita pada tahun 1997 adalah 1,2 SBM (setara barel minyak), sedangkan di Eropa (negara maju) adalah 10,1 SBM. Kebanyakan penduduk Cina yang tadinya naik sepeda sekarang sudah beralih ke sepeda motor dan mobil tentunya membutuhkan tambahan pasokan energi yang luar biasa. Disamping itu ketidakpastian politik menyebabkan pasokan minyak dunia terganggu. Perebutan pengaruh antara Amerika Serikat, Rusia dan Cina di Iran dan Turki, permasalahan privatisasi di Rusia, ketidakamanan di Afrika Barat, meningkatnya rasa nasionalisme di Venezuela, politik luar negeri Amerika Serikat yang agresif, bencana alam dan aksi teror mempunyai dampak terhadap pemasokan minyak serta dampak psikologis terhadap harga minyak. Harga minyak lebih dipengaruhi oleh politik daripada ketersediaan cadangan minyak, karena cadangan terbukti minyak dunia justru meningkat dari 723 milyar barel pada akhir 1983 menjadi 1.146 milyar barel pada akhir 2003.

Harga BBM di luar minyak di Indonesia tentunya di pengaruhi harga minyak dunia. Kalau harga minyak sekitar $60/barel maka seyogyanya pemerintah tidak menaikkan harga BBM lagi tahun depan, selain minyak tanah. Tetapi apabila harga minyak naik cukup tinggi (misal $ 80/barel) maka mau tidak mau pemerintah akan menaikkan harga minyak. Perlu disadari bahwa negara kita miskin (banyak hutangnya) dan tidak kaya minyak (cadangannya minyak kita hanya 0,6 persen cadangan minyak dunia). Kenaikan harga minyak tanah seyogyanya dilakukan sesudah dipersiapkan penggantinya yang lebih murah, misalnya briket batubara dan energi dari biomas (misal dari jarak dan kelapa sawit). Seyogyanya pemerintah memberikan subsidi berupa pemberian kompor briket gratis kepada penduduk miskin serta pinjaman berbunga rendah untuk membeli mesin pengolah jarak dan kelapa sawit bagi LSM dan koperasi yang mengembangkan energi tersebut.

Untuk keamanan pasokan energi di Indonesia pemerintah perlu memberikan insentif untuk pengembangan energi perdesaan, pengembangan panas bumi, pengembangan batubara bermutu rendah untuk dibangkitkan di mulut tambang. Disamping itu kesejahteraan masyarakat hanya bisa ditingkatkan bila KKN diminimalkan, penerimaan pajak dioptimalkan serta hutang dinegosiasikan. Masyarakat mampu seyogyanya membantu masyarakat kurang mampu dengan memberikan pekerjaan. Perlu disadari pengangguran yang meningkat menyebabkan hidup masyarakat mampu tidak tenang. Pemimpin seyogyanya memberi contoh dengan hidup sederhana dan membantu anak buahnya dan masyarakat disekitar tempat tinggalnya yang tidak mampu. Perlu kesadaran dan solidaritas pemimpin dan orang mampu bahwa tahun-tahun mendatang adalah tahun-tahun yang sulit bagi sebagian besar bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar: