20 Maret 2008

RESUME BERITA NASIONAL 20 MARET 2008

PEMERINTAH TAK AKAN NAIKAN HARGA BBM
Sumber : Liputan6 – 20 Maret 2008

Jakarta:
Pemerintah masih bertahan tak akan menaikkan harga bahan bakar minyak untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seiring tingginya harga minyak dunia saat ini. Pemerintah tetap dengan kebijakan semula yaitu menghemat penggunaan bahan bakar bersubsidi. Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (19/3).

Sri Mulyani mengatakan pemerintah belum berencana menaikkan harga minyak dalam negeri. Subsidi BBM yang terus membengkak hingga mencapai lebih dari Rp 150 triliun memaksa pemerintah melakukan penghematan besar-besaran di berbagai sektor untuk menyelamatkan APBN.

****

PERTAMAX NAIK TERUS, PREMIUM JADI PILIHAN
Sumber : Liputan6 – 19 Maret 2008

Jakarta:
Para pengguna pertamax saat ini mulai beralih ke premium. Seperti yang terlihat di stasiun pengisian bahan bakar umum di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (19/3), mobil-mobil yang biasanya mengisi bahan bakar minyak jenis pertamax justru membeli premium karena harganya lebih murah lantaran disubsidi.

Mulai banyaknya pemilik kendaraan beralih ke premium dibenarkan pengelola pom bensin. Tingginya harga minyak internasional yang memicu penggunaan BBM subsidi makin besar tidak dapat dihindari. Harga pertamax saat ini mencapai Rp 8.100 per liter. Sedangkan premium hanya sebesar Rp 4.500 per liter.

Pemerintah masih mencoba bertahan tidak menaikkan BBM kendati minyak mentah dunia makin tinggi serta mengerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meski demikian, sudah ada warna lain dari pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Kita lihat perkembangan. Semuanya dengan asumsi, tidak bisa mempunyai suatu pegangan yang betul-betul, karena ini faktor di luar yang menentukan," kata Wapres Kalla. Sementara Komisi Anggaran DPR sebelumnya menyatakan tidak keberatan bila BBM naik .

****

Belasan Ton BBM Bersubsidi Disita Polisi
Sumber : Liputan6 – 19 Maret 2008

Sukabumi:
Sebuah truk tangki yang ditinggalkan sopirnya disita personel Kepolisian Resor Kota Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini. Setelah diperiksa, ternyata truk tangki itu berisi belasan ton bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Polisi juga menangkap seorang pengoplos minyak tanah dan solar. Namun, pelaku lainnya berhasil lolos setelah meninggalkan truk tangki.

Menurut polisi, modus operandi yang digunakan para tersangka adalah membeli BBM. Setelah itu minyak tanah tersebut tidak langsung dijual, melainkan ditampung terlebih dahulu di rumahnya. Barulah setelah itu, BBM tersebut dijual kembali kepada kalangan industri.

****

MINYAK TANAH NON-SUBSIDI MULAI DIJUAL DI SPBU
Sumber : Metro TV – 18 Maret 2008

Jakarta:
Mulai 1 Mei, masyarakat tidak akan menemukan minyak tanah dijual bebas dan dengan harga subsidi, Rp 4.000 per liter. Karena mulai bulan depan, masyarakat harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk mendapatkan satu liter minyak yaitu Rp 8.300 per liter. Minyak tanah non-subsidi ini juga hanya bisa dibeli di SPBU tertentu. Ironisnya, masyarakat masih belum banyak yang mengetahui tentang dijualnya kemasan minyak tanah di SPBU.

Menurut pantauan Metro TV di sejumlah SPBU, harga minyak tanah ternyata dijual lebih mahal. Seperti di SPBU Prof. Latumenten, Angke, Jakarta Barat dan SPBU Kiai Haji Mas Mansyur. Di SPBU tersebut dijual minyak tanah seharga Rp 43 ribu per jerigen kemasan liter. Sehingga untuk satu liter minyak tanah dijual seharga Rp 8.600 per liter.

Selama pelaksanaan konversi minyak tanah ke gas, PT Pertamina telah menarik sekitar 2.500 kilo liter minyak tanah perhari dari rata-rata pemakaian 3.000 kilo liter.

****

DPR Usulkan Minyak RI USD 90-95
Sumber : Okezone – 19 Maret 2008

JAKARTA ;
Komisi VII DPR mengusulkan perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) pada kisaran harga USD90-95 per barel.

Hal ini, didasari oleh kenaikan harga minyak hingga di atas USD100 per barel. Sebelumnya, disepakati ICP sebesar USD85 per barel.

Menurut Ketua Komisi VII DPR RI Airlangga Hartarto, perubahan ini karena kondisi pasar minyak dunia terus yang meningkat harganya.

"Harga minyak dunia di pasaran saat ini terus melonjak," ujar dia dalam rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro bererta jajarannya, di Gedung MPR DPR,? Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2008) dini hari.

Menanggapi hal tersebut, Purnomo mengatakan pihaknya belum mengajukan usulan itu kepada menteri keuangan. Sementara, untuk BBM subsidi Pertamina disepakati 9-9,5 persen. Sedangkan untuk subsidi listrik belum ada kesepakatan.

****

Gunakan MOPS 9 - 9,5%, Laba Pertamina Seret
Sumber : Okezone - 19 Maret 2008

JAKARTA :
PT Pertamina (Persero) tidak akan menerima laba atas distribusi minyak bersubsidi, jika harga jual BBM bersubsidi Pertamina menggunakan patokan 9-9,5 persen di atas rata-rata harga minyak di Singapura (mean of platts Singapore/MOPS). Pertamina baru bisa untuk jika melakukan efisiensi besar-besaran.

Seperti diketahui, dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro bererta jajarannya, anggota Dewan? mengusulkan harga jual BBM bersubsidi pada MOPS plus 9-9,5 persen.

"Kami tidak keberatan dengan usulan DPR. Tapi kami tidak mungkin bisa mendapat laba dari distribusi minyak bersubsidi ini," kata Direktur Keuangan Pertamina Ferederick ST Siahaan, dalam rapat kerja tersebut, di Gedung MPR DPR,? Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2008) dini hari.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR dari FPDIP Effendi Simbolon mengatakan, meskipun Pertamina tidak memiliki margin, Pertamina harus menjamin tidak ada kelangkaan BBM dan harus dapat melakukan efisiensi agar laba dapat diperoleh dari penyaluran BBM PSO tersebut.

****

Krisis BBM
Sumber : Okezone – 19 Maret 2008

Semakin merosotnya produksi minyak dalam negeri, ditambah naiknya harga minyak dunia, telah memaksa terjadinya krisis bahan bakar minyak (BBM) di negeri ini. Kondisi itu sangat memprihatinkan dan telah memasuki titik yang amat krusial, berupa kenaikan harga bahan pokok, bahkan sejumlah usaha kecil dan menengah (UKM) gulung tikar.

Akibat kenaikan harga-harga bahan pokok itu, perekonomian nasional 2008 tidak akan mengalami pertumbuhan signifikan, bahkan diprediksi akan stagnan. Yang amat memprihatinkan atas naiknya harga bahan pokok itu, menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI), dalam rentang dua bulan ini saja telah menambah angka pengangguran sebanyak 7.000 orang dan orang miskin baru bertambah 110.000 jiwa.

Hasil penelitian itu bisa dijadikan parameter ''terendah'' bagi pemerintah untuk melakukan introspeksi karena angka pengangguran dan orang miskin baru yang sebenarnya bisa jauh lebih besar daripada apa yang terlihat di permukaan. Ironisnya, krisis BBM yang sudah sangat krusial ini oleh pemerintah baru ditanganinya secara parsial. Proyek tambal sulam yang tidak komprehensif ini tentu amat sangat rentan bagi kemungkinan terjadinya krisis susulan, sambung-menyambung menuju kebangkrutan total pada masa depan. Fenomena itu terlihat dari cara pemerintah mengelola krisis bahan bakar minyak. Upaya untuk mencari sumber energi alternatif yang terbarukan masih dipandang sebelah mata, pemerintah tidak fokus dan arah kebijakan politiknya semakin tidak jelas.

Seperti upaya pengembangan biofuel yang berjalan stagnan. Padahal, kini sedikitnya ada 22 pembangkit listrik biofuel. Tidak jelasnya program pemerintah untuk mengembangkan biofuel ini menunjukkan tidak adanya visi yang jelas untuk mengatasi krisis energi pada masa depan. Pemerintah hanya mengejar popularitas sehingga tidak sedikit kebijakan politiknya yang ''hangat-hangat tahi ayam". Proyek pengembangan biofuel merupakan contoh aktual. Pada 2005-2006, misalnya, pemerintah begitu semangat mencanangkan pengembangan biofuel. Banyak pihak mulai terlibat dan menyambut baik upaya pengembangan ini. Sebagian peneliti mulai giat melakukan pengembangan proses produksi, sedangkan pemerintah membuat percontohan tata kelola di berbagai wilayah.

Lebih jauh, pada 2007 para pengusaha membentuk Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi). Yang menggembirakan ternyata lima dari 22 anggota Aprobi sudah memiliki pabrik pengolahan biofuel berkapasitas 1,1 juta ton per tahun. Sayangnya, hingga kini hanya 15% kapasitas yang terpakai karena permintaan dan bahan baku dalam negeri terbatas. Padahal, jika pemerintah memang serius untuk mengatasi krisis energi dengan mengembangkan biofuel Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Secara geografis memungkinkan Indonesia menjadi produsen biofuel besar di dunia.

Sayangnya, ini tidak direspons positif pemerintah. Padahal, dari sekitar 22 industri biofuel, kapasitas totalnya diprediksi mencapai 3,2 juta ton per tahun dengan nilai investasi USD800 juta atau sekitar 7,5 triliun rupiah. Ini jumlah yang amat besar jika bisa dikembangkan dan akan berimplikasi tidak hanya pada pemenuhan energi terbarukan, juga akan memperkuat perekonomian nasional dengan terbukanya lapangan kerja baru berarti mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Ironis, fenomena ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk melakukan penghematan dan juga pengembangan energi masih sebatas wacana. Kebijakan politiknya belum berjalan efektif. Pernah kita mendengar Instruksi Presiden (Inpres) No 10/2005 tentang gerakan hemat energi yang diberlakukan sejak 10 Juli 2005, tetapi realitasnya tidak mampu menjamin langkah penghematan yang memadai. Persoalannya,secara metodologis upaya penghematan yang dilakukan pemerintah sangat lemah dan tidak strategis. Krisis BBM yang memasuki zone krusial karena implikasi bagi terjadinya kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat luas memerlukan manajemen kelola yang bersifat komprehensif, bukan tambal sulam seperti kebijakan pemerintah selama ini.

Pembatasan BBM
Tiadanya visi yang jelas untuk mengatasi krisis energi masa depan dengan program yang terarah selama ini telah membuat pemerintah kehilangan cara untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar negeri (BBM) dalam negeri.Lagi-lagi,ini terjadi karena metode penanganan pemerintah bersifat parsial.Krisis BBM selalu dipandang sebagai akibat krisis energi global.Padahal,krisis yang terjadi di negeri ini lebih disebabkan kebijakan politik yang tidak seirama antara kemampuan produksi dan realitas kebutuhan secara substansial.

Sampai kapan pun,pemerintah tidak akan mampu mengatasi krisis energi/ BBM,kecuali segera mencari sumber energi yang terbarukan dan mereformasi manajemen tata kelola pertransportasian yang karut-marut selama ini. Rencana penjatahan BBM dalam tiga kategori kendaraan bermotor tidak akan berjalan efektif.Berbagai hasil studi menunjukkan kebijakan ini tidak akan mampu menekan laju krisis BBM.Penyimpangan BBM bersubsidi pun tetap akan sulit dikontrol karena banyak pejabat negara bermental korup.

Mengkaji Ulang Subsidi
Yang amat merisaukan dari periode ke periode pemerintahan selama ini selalu disibukkan untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena begitu besarnya subsidi,khususnya untuk BBM dan pembangkit listrik yang diprediksi akan lebih besar daripada yang ditetapkan dalam APBN 2008: dari Rp45,8 triliun menjadi Rp116,8 triliun seiring terjadinya kenaikan harga minyak mentah dunia.Begitu pula subsidi untuk pembangkit listrik dari Rp29,8 triliun menjadi Rp54,2 triliun.

Cabut Subsidi BBM
Karena krisis BBM ini memang tidak bisa dimungkiri memiliki kausalitas dengan naiknya harga minyak mentah dunia,banyak kalangan menoleransi pemerintah untuk melakukan berbagai upaya demi tersedianya BBM dalam negeri.Sebagian berpendapat akan lebih realistis jika pemerintah menaikkan harga jual BBM sekitar 10-15% secara bertahap daripada menerapkan kebijakan penjatahan.Tentu saja ini sangat riskan karena secara politik akan menuai protes yang mengganggu stabilitas. Namun,kita tidak bisa membiarkan krisis ini menjadi masalah sosial yang mengancam kontinuitas kehidupan masyarakat dan pembangunan bangsa secara keseluruhan.

Untuk itu, mesti ada pilihan rasional sebagai terobosan baru dengan pertimbangan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saya mengusulkan agar pemerintah mencabut subsidi BBM, baik untuk kendaraan bermotor maupun listrik.Sekali lagi,alasannya sangat fundamental: selama ini subsidi BBM itu tidak pernah dinikmati masyarakat miskin,tetapi mereka yang menikmati adalah orang kaya,masyarakat kelas menengah secara ekonomi dan para pejabat negara. Jelas ini kebijakan politik yang tidak adil,untuk itu subsidi BBM harus dicabut.



Tidak ada komentar: